Minggu, 04 Maret 2012

Strategi Sukses Bisnis dan Entrepreneurship Rasulullah SAW part 1


Oleh: Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec


Jiwa Kewirausahaan Dalam Diri Muhammad SAW

”Many greatmenstarted as newspapers boys,”
(proverb)

“Kerasnya kehidupan masa kecil dapat menimbulkan dorongan untuk bekerjakeras, pantang menyerah dan ketahanan dalam memimpin”
(Manfred Ketsde Vries)

Jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dalam diri Muhammad Saw tidak terjadi begitu saja, tetapi hasil dari suatu proses panjang dan dimulai sejak beliau masih kecil. (Antonio,2008). Dari hasil penelitian Collindan Moores (2964) dan Zaleznik (1976), mereka menyimpulkan,”The act of entrepreneurship is an act patterned after modes of coping with early childhood experience. ”Pendapat semacam ini diamini oleh kebanyakan guru leadership yang sepakat bahwa; apa yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan kita akan membuat perbedaan yang berarti dalam periode kehidupan berikutnya.

Menurut mereka, pengalaman masa kecil dapat mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan seseorang. Pengalaman masa kecil juga bisa menimbulkan dorongan dan daya kritis, kemauan mencoba, disiplin, dan sebagainya yang akan membantu seseorang untuk mengembangkan rasa percaya diri serta keinginan berprestasi. Sebaliknya, pengalaman masa kecil dapat pula menyebabkan seseorang untuk tidak melakukan hal-hal tersebut.

Jauh sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasulullah, beliau sudah dikenal sebagai pedagang. Bahkan, sejak kecil, putra dari pasangan Abdullah dan Aminah ini telah menunjukkan kesungguhannya terjun dalam bidang bisnis atau kewirausahaan (entrepreneurship).


Perbandingan Masa Hidup Rasulullah SAW antara Bisnis & Kenabian

 
Muhammad Saw mulai merintis karir dagangnya saat berusia 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun. Pekerjaan sebagai pedagang terus dilakukan hingga menjelang beliau menerima wahyu (berusia sekitar 37 tahun). Kenyataan ini menegaskan; Muhammad Saw telah menekuni dunia bisnis selama lebih kurang 25 tahun. Lebih lama dari masa kerasulan beliau yang berlangsung sekitar 23 tahun (lihat gambar).



Masa Kecil Membentuk Jiwa Wirausaha

Terjunnya Muhammad SAW dalam perniagaan sejak dini, tidak terlepas dari kenyataan yang menuntut beliau untuk belajar hidup mandiri. Maklumlah, tatkala usia 6 tahun, Muhammad kecil sudah ditinggal wafat kedua orang tuanya. Sejak itu beliau sempat diasuh sang kakek, Abdul Muthalib, dan dilanjutkan pamannya, Abu Thalib, yang sangat sederhana kehidupan ekonominya. Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan terhormat dikalangan Quraisy. Ia mencintai Muhammad Saw sama seperti Abdul Muthalib mencintai beliau. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, membuat Abu Thalib kian menyayanginya. Kondisi ekonomi keluarga sang paman yang pas-pasan, membuat Muhammad Saw merasa harus berusaha untuk meringankan bebannya. Beliaupun sempat bekerja “serabutan”; membantu tetangga merapihkan pekarangannya, memikul batu untuk sedikit upah atau mengambil kayu bakar dari hutan atau semak belukar lalu menjualnya dipasar. Muhammad Saw kecil melakukukan apa saja yang “halal” untuk memperkecil ketergantungannya kepada sang paman. 

Subhanallah, suatu hal yang sangat jarang kita temukan pada anak- anak seusia itu saat ini. Dimana tidak sedikit anak-anak kita hidup dalam “kenyamanan dan kemudahan”. Mereka dipilihkan sekolah favorit yang berafiliasi internasional dengan bayaran SPP selangit. Berangkat ke sekolah diantar dengan mobil ber-A/C, ditunggu oleh sang supir atau dijemputnya pulang saat sekolah usai. Seuai sekolah anak-anak bisa mengikuti berbagai kursus dan les atau bahkan hang-out bermain di mall dan shoping centre. Untuk itu mereka dibekali handphone dan ATM. Sangat jarang anak-anak kita memiliki kesadaran untuk meringankan beban keuangan orang tuanya dengan menujual makanan-makanan kecil di lingkungan sekolah, berjualan Koran sore hari atau menjajakan kue ke warung-warung sekitar rumah.


 
Peta Perjalanan Dagang Muhammad SAW

Ketika berusia 12 tahun, Muhammad ikut berdagang dengan pamannya ke Syiria (Syam). Awalnya, Abu Thalib tidak berniat mengajaknya karena medan perjalanan yang sangat sulit; melewati padang pasir yang luas. Tapi, karena Muhammad kecil berkeras untuk ikut, ia terpaksa mengabulkan permintaan tersebut. Kerasnya keinginan Muhammad Saw untuk ikut ekspedisi dagang menunjukkan betapa besar semangatnya untuk merubah nasib, memperbaiki keadaan dan tidak merepotkan sang paman terlalu jauh. 

Peta Perjalanan Dagang Muhammad di Masa Remaja

Sumber: Khalil, Shawqi Abu. 2003. Atlas on the Prophets Biography. Riyadh: Darussalam. Hal. 44.


 
"Berdasarkan peta diatas, maka tempat-tempat yang dikunjungi Muhammad Saw muda saat ikut berdagang yaitu: Madinah, Khaibar, Taima, Daumatil Jandal, Busra (dekat)"
Dalam perjalanan dagang tersebut, Muhammad melewati daerah Madyan, Wadial-Qura, serta peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Beliau mendengar cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman tentang bangunan-bangunan tersebut dan sejarahnya. Di Syam (Syiria), Muhammad Saw juga mendengar berita tentang kerajaan Romawi dan agama Kristen, serta tentang kitab suci mereka. Meskipun usia Muhammad baru 12 tahun, namun beliau sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan dan ketajaman otak, mempunyai pengamatan yang mendalam, serta ingatan yang kuat. (Haikal:1980)

Saat menempuh perjalanan dagang itu, Muhammad dan pamannya bertemu dengan seorang rahib (pendeta Nasrani) bernama Bahira atau Buhaira yang melihat tanda kenabian pada diri beliau sesuai naskah (manuscript) Nasrani yang disimpannya ( ‘Ali, Shahi-h al-Si-rah al-Nabawiyah, hal 58-59). Si Rahib menasihati Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah Syam. Dikhawatirkan, orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat pada Muhammad.


Unsur-unsur Manajemen Nabi Muhammad SAW

Muhammad melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan anak-anak seusianya. Tatkala merasa mampu bekerja sendiri, beliau mulai menggembala kambing milik penduduk Makkah dan menerima upah atas jasanya itu. Kegiatan menggembala kambing mengandung nilai-nilai yang luhur: pendidikan rohani, latihan merasakan kasih saying kepada kaum lemah, serta kemampuan mengendalikan pekerjaan berat dan besar.

Berikut ini hikmah atau pengaruh dari kegiatan menggembala kambing terhadap unsur-unsur manajemen:


 
Sumber: Antonio, Muhammad Syafi’i, Muhammad: the Super Leader Super Manager, ProLM&Tazkia Publishing, 2009, hal.


Karir Pertama Nabi Muhammad SAW

Menjelang usia dewasa, beliau memutuskan untuk memilih sector perdagangan sebagai karirnya. Beliau menyadari bahwa pamannya bukanlah orang yang kaya namun memiliki beban keluarga yang cukup besar. Oleh karena itu Muhammad muda berpikir untuk berdagang. Terlebih lagi, sebagai salah seorang dari anggota keluarga besar suku Quraisy yang umumnya pedagang, Muhammad Saw diharapkan menjadi pedagang pula. Rupanya, kondisi dan pengalaman berdagang masa kecil telah menempa diri Muhammad sehingga dikemudian hari beliau menjadi seorang wirausahawan yang handal dan sukses. Apalagi, nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, dan semangat pantang menyerah sudah tampak pada pribadi Insan pilihan Allah ini. Tampak jelas bahwa Muhammad muda ingin sekali untuk bisa hidup mandiri. Dalam sebuah riwayat beliau bersabda, “Tidak seorangpun pernah memakan makanan yang lebih baik, daripada yang dimakan dari hasil kerja dengan tangannya sendiri. Nabi Daud As pun biasa makan hasil kerja tangannya” (HR.Bukhari).

INBOX: “Muhammad Saw telah membina dirinya menjadi seorang pedagang profesional, yang memiliki reputasi dan integritas luarbiasa. Beliau berhasil mengukir namanya dikalangan masyarakat bisnis pada khususnya, dan kaum Quraisy pada umumnya.” (Afzalurrahman, Encyclopedia of Seerah Vol.II buku ke-3, The Moslem School Trust, 1982)


Masa Usia Dewasa Nabi Muhammad SAW

Aisyah Ra meriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda, “Hal-hal yang paling menyenangkan yang engkau nikmati adalah yang dating dari hasil tanganmu sendiri,,,, dan anakmu berasal dari apa yang engkau hasilkan” (HR.Tirmidzi, NasaI dan Ibn Majah). Nabi Saw juga bersabda, “Berusaha mendapatkan nafkah yang halal adalah kewajiban disamping tugas-tugas lainnya yang telah diwajibkan” (HR.Baihaqi dalam Shuabal-iman).

INBOX: Dimensi bisnis dan entrepreneurship yang melekat dalam diri Muhammad Saw, nyaris luput dari perhatian kebanyakan orientalis. Barangkali, hal ini dikarenakan tidak controversial dan tidak menarik dalam perdebatan teologis. Padahal, Nabi Muhammad Saw telah mencontohkan etika bisnis yang seharusnya menjadi perhatian umat manusia seluruhnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar